Menurut Aliansi Akademisi Indonesia, Sang Jenderal (Ferdy Sambo) tidak memiliki sikap kesatria karena melampiaskan kemarahan hingga membunuh bawahan sendiri tetapi menggunakan tangan bawahan yang lain.
Alasan ketiga, Richard Eliezer adalah kita.
Menurut Prof Sulistyowati, mendukungnya untuk tidak dihukum berat atau lebih ringan daripada pelaku-pelaku lainnya akan berarti karena menyelamatkan pemuda berusia 24 tahun yang masa depannya masih panjang. Apalagi, Eliezer adalah tulang punggung keluarga dari kalangan masyarakat sederhana.
Alasan keempat, mendukung Eliezer bukan persoalan pribadi, tetapi memberi pembelajaran penting tentang pentingnya reformasi di tubuh institusi kepolisian yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.
Kasus tersebut menunjukkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang begitu besar dari seorang jenderal sehingga sangat mungkin terjadi tanpa bisa dideteksi sistem tata kelola.
Alasan kelima, Aliansi Akademisi Indonesia melihat keberadaan Eliezer dalam kasus tersebut memberi pelajaran berharga bagi mahasiswa hukum yang sedang belajar di fakultas hukum seluruh Indonesia.
"Dari seorang justice collaborator seperti Eliezer kita dapat melihat seseorang berpangkat rendah bisa membongkar kasus besar di lembaga penegakan hukum terhormat, melalui skenario kebohongan yang mengecoh publik," ucap Prof Sulistyowati Irianto.
Aliansi Akademisi Indonesia berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan pendapat yang disampaikan, dan memastikan hukuman yang diberikan paling adil sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundangan terkait lainnya.***