KPU dan Bawaslu serta DKPP Kekuasaan Tersendiri, tak Boleh Tunduk pada Tekanan DPR dan Peserta Pemilu

25 Februari 2024, 07:46 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie /dkpp ri/

HaiBandung - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) seharusnya tidak boleh tunduk pada tekanan DPR dan peserta pemilu.

Tidak hanya dari DPR, KPU dan Bawaslu serta DKPP juga tidak boleh tunduk pada tekanan pasangan calon presiden-wapres sebagai peserta pemilu.

Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan KPU dan Bawaslu serta DKPP tidak boleh tunduk pada tekanan anggota DPR dan juga pasangan calon presiden-wapres sebagai peserta pemilu.

Baca Juga: Kunci Jawaban Game Words of Wonders (WOW) Teka-teki Harian Tanggal 25 Februari 2024

"Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, DKPP, harus menyadari dan disadari kedudukannya sebagai cabang kekuasaan ke-4 di luar kekuasaan eksekutif, legislatif, dan c
kekuasaan kehakiman," kata Jimly, Sabtu 24 Februari 2024.

Jimly menyatakan presiden, wakil presiden, dan para anggota DPR merupakan peserta pemilu..Sementara kekuasaan kehakiman bertugas mengadili proses dan hasil pemilu.

"Karena itu, KPU, Bawaslu dan DKPP kekuasaan tersendiri yang tidak boleh tunduk di bawah tekanan anggota DPR ataupun pasangan calon presiden-wapres sebagai peserta pemilu," katanya.

Baca Juga: Bawaslu tidak Temukan Pelanggaran yang Bisa Membatalkan Hasil Pemilu 2024

Atas dasar itu, kata Jimly, hasil hak angket tidak boleh dipaksakan efektivitasnya.

Tak boleh dipaksakan

Ia mengatakan dalam pemilu yang bisa memengaruhi tahapan hanya putusan Bawaslu, PT-TUN dan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Apapun hasil pelaksanaan hak angket DPR tidak boleh dipaksakan efektivitasnya terhadap keputusan KPU mengenai teknis pelaksanaan tahapan pemilu beserta hasilnya, kecuali atas perintah Bawaslu atau PT-TUN dan MK dengan putusan yang berlaku final dan mengikat," katanya.

Baca Juga: KPU Gelar PSU di 686 TPS Tersebar di 38 Provinsi, Rekomendasi dari Bawaslu

Menyinggung tentang kecurangan pemilu, Jimly menilai memang terjadi di setiap pemilu sejak orde baru.

"Pelanggaran yang biasa disebut kecurangan massif selalu terjadi dalam pemilu sejak orde baru, dan juga pemilu masa reformasi sejak 1999," katanya.

Pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu juga cenderung meningkat.

Baca Juga: Pakar Nilai Hasil Pemilu 2024 tidak Dapat Dibatalkan oleh Hak Angket DPR

"Pelanggaran massif selalu terjadi di semua pemilu, dan cenderung makin meningkat, termasuk ketika dimulainya praktik sistem suara terbanyak tahun 2009 yang menyebabkan caleg internal parpol saling bersaing sendiri-sendiri," ujarnya.

Kecurangan juga, kata Jimly, terjadi pada pemilihan kepala daerah. Pada Pemilu 2024 kecurangan tertuju khusus pada pilpres karena sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi).***

Editor: Dudih Yudiswara

Tags

Terkini

Terpopuler